wao ternyata hitler yang bijak tu matinya di indonesia
Pada tahun 1983, di Harian Pikiran
Rakyat, Bandung, muncul sebuah artikel tentang pengakuan seorang dokter
bernama Sosrohusodo yang berkaitan tentang dugaannya bertemu dengan
seorang lelaki Jerman tua dan istrinya di Sumbawa yang diyakininya
sebagai Adolf Hitler dan Eva Braun. Tak hanya di Pikiran Rakyat artikel
tentang dugaan Hitler dari dr. Sosrohusodo, tetapi di harian lain juga.
Alkisah,
pada tahun 1960 dr. Sosrohusodo dalam masa dinasnya bertemu dan merawat
seorang dokter tua asal Jerman, bernama Poch, dia memimpin sebuah rumah
sakit di Pulau Sumbawa. Meski bergelar dokter dan memimpin sebuah rumah
sakit, tampaknya dr. Sosrohusodo berkesimpulan bahwa Poch tidak
memiliki keahlian medis sama sekali.
Dalam
interaksi inilah dr. Sosrohusodo mengumpulkan beberapa bukti yang kelak
diyakininya sebagai ciri-ciri Sang Fuhrer. Keyakinannya semakin kuat
ketika dr. Sosrohusodo membaca sebuah edisi dari Majalah Zaman edisi No.
15 tahun 1980 yang memuat tulisannya Heinz Linge, bekas pembantu Hitler
yang diterjemahkan dengan judul, “Kisah Nyata dari Hari-hari Terakhir
Seorang Diktator”.
Kata Sosrohusodo, ketika membaca artikel di Majalah
Zaman, ia merasakan seolah jantungnya berdetak kencang karena semua
ciri-ciri yang dijelaskan di dalam artikel tersebut nyaris sama persis
dengan ciri-ciri yang ia temui pada diri dr. Poch. Beberapa di antara
ciri tersebut adalah, cara jalan yang sudah tak sempurna lagi, karena di
masa tuanya Hitler disebut berjalan dengan kaki kiri diseret. Tangan
kirinya juga selalu gemetar, kemungkinan karena Parkinson, kumis masih
tetap seperti semula dan kepala yang sudah tak berambut.
Sang
Dokter Tua dari Jerman, menurut Sosrohusodo adalah sosok yang
misterius. Misalnya ketika membincangkan tentang peristiwa dan cerita
tentang Hitler, dia selalu memujinya sebagai seorang pemimpin besar. Dia
juga mengatakan bahwa tidak ada kamp-kamp di Auswitz seperti yang
diceritakan banyak film sebagai tempat pembantaian orang Yahudi. Bahkan
ketika ditanya tentang gejala Parkinson yang dideritanya, Poch bertanya
lagi pada Sang Istri dan jawaban yang diberikan inilah yang membuat
Sosrohusodo semakin yakin dengan asumsinya. “Itu kan terjadi sewaktu
tentara Jerman kalah perang di Moskow. Ketika itu Goebbles memberitahu
kami dan kamu memukul-mukul meja”, demikian dialog yang diingat oleh
Sosrohusodo. Jika benar lelaki yang dihadapannya adalah Hitler, maka
Goebbles yang dimaksud dalam perbincangan tersebut adalah Joseph
Goebbles, Menteri Propaganda Jerman ketika itu. Banyak dialog yang
membuat Sosrohusodo semakin yakin, salah satunya adalah panggilan
sayang, “Dolf” yang sering diucapkan oleh Sang Istri.
Poch
meninggal di Surabaya, setelah dirawat di RS Karang Menjangan (kini RS
dr. Soetomo) akibat serangan jantung. Istrinya terbang kembali ke
Jerman, dan sebelum meninggal Poch sempat menikah kembali dengan seorang
perempuan asal Bandung yang berinisial S. Perempuan yang tinggal di
Babakan Ciamis ini setelah melalui proses yang panjang akhirnya mau
membuka beberapa cerita pada Sosrohusodo. Poch meninggal pada 12 Januari
1970 pukul 19.30 pada usia 81 tahun dan dimakamkan di Pemakaman
Ngangel.
Sosrohusodo juga
mendapat akses untuk melihat dan membaca buku catatan milik dr. Poch.
Dalam buku catatan tersebut terdapat ratusan nama orang yang tersebar di
seluruh dunia. Dalam buku yang sama terdapat juga catatan dalam tulisan
steno. Nama dan alamat orang-orang asing yang ada dalam buku catatan
tersebut tersebar dari Pakistan, Tibet, Argentina, Afrika Selatan, dan
Italia. Dalam salah satu halaman yang ada, terdapat tulisan Jerman yang
jika diterjemahkan berbunyi, “Organisasi Pelarian”. Banyak lagi nama dan
alamat dalam buku ini yang memiliki hubungan dengan Nazi.
Tentang
tulisan steno yang ada dalam buku tersebut, Sosrohusodo memang
kesulitan menerjemahkan dan membacanya, karena tulisan steno ini
menggunakan Sistem Gabelsberger, teknik kuno yang sudah tidak digunakan
lagi sekarang. Atas bantuan sebuah penerbit di Jerman, akhirnya tulisan
steno tersebut berhasil diterjemahkan. Judul catatan dalam steno itu
berarti, “Keterangan Singkat tentang Pengejaran Perorangan oleh Sekutu
dan Penguasa Setempat pada Tahun 1946 di Salzburg”. Dalam tulisan ini
dikisahkan tentang pelarian, “kami berdua, istri saya dan saya pada
tahun 1945 di Salzburg”. Terdapat huruf-huruf besar yang menunjukkan
rute pelarian keduanya dengan catatan: B, S, G, J, B, S, R. Konon cara
menyingkat demikian adalah kebiasaan yang dilakukan oleh Hitler.
Sosrohusodo sendiri mengembangkan asumsinya mengartikan huruf-huruf
tersebut menjadi, B berarti pelarian dimulai dari Berlin, kemudian
menuju S yang berarti Salzburg, terus berlanjut G yang berarti Graz,
terus ke J yaitu Jugoslavia, lalu ke B atau Beograd, dan ke S atau
Sarajevo, dan terakhir R berarti Roma.
“Pada
hari pertama di bulan Desember, kami harus pergi ke R untuk menerima
surat-surat paspor dan kemudian kami berhasil meninggalkan Eropa”,
kalimat ini adalah hasil terjemahan dari tulisan steno yang ada. Paspor
yang dimaksud bernomor 2624/51 diberikan di Rom, tanpa huruf A.
Apakah
mungkin sosok yang dimaksudkan adalah Adolf Hitler, pemimpin Nazi yang
dinyatakan bunuh diri dan tubuhnya dibakar? Pertama, tak ada satu bukti
yang menyatakan jenazah yang terbakar adalah milik Hitler dan Eva Braun.
Karenanya, sangat mungkin Hitler dan istrinya berhasil melarikan diri
keluar dari Berlin dan bersembunyi di mana pun saja. Kedua, apakah
mungkin sampai ke Sumbawa? Kemungkinan selalu ada, apalagi ketika
berkuasa selama 12 tahun, Nazi mengirimkan pasukannya ke seluruh dunia,
termasuk ke Indonesia. Salah satu bukti yang tak terbantahkan bahwa
pasukan Nazi pernah mencapai wilayah ini adalah pemakaman tentara SS
Nazi.
Di sekitar Kampung Situ,
Desa Sukaresmi, Megamendung, Bogor, terdapat beberapa makam tentara Nazi
dengan nisan salib khas Jerman. Mereka ini adalah perwira-perwira muda
yang dikirim ke Hindia Belanda.
Tentang
sebab pengiriman tentara Nazi tersebut ada beberapa versi. Versi
pertama mengatakan, mereka telah dikirim sejak lama dan di wilayah
tersebut terdapat tanah milik Helfferich bersaudara. Makam-makam ini
adalah makam angkatan laut Jerman yang tewas di lautan saat melawan
pasukan Britania Raya. Namun, sumber kisah ini agak kurang mendukung,
sebab jika para tentara itu tewas di laut bersama kapalnya, agak terlalu
jauh untuk dimakamkan di atas gunung di daerah Megamendung. Sumber lain
mengatakan, makam-makam tersebut adalah makam para perwira muda Jerman
dari divisi intelijen yang dikirim untuk menyelidiki keberadaan dan
kekuatan Yahudi di Hindia Belanda. Mereka datang ke Hindia Belanda pada
tahun 1932, tujuh tahun sebelum Nazi melakukan
pembunuhan
besar-besaran pada Yahudi di Polandia tahun 1937. Seberapa valid semua
kisah tentang Hitler yang dikubur di Ngagel, tak ada yang pernah tahu,
semua hanya sebatas keyakinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar