Cerita ini diawali pada
sekitar tahun 1470. Seorang anak laki-laki lahir dan diberi nama Piri
Reis.
Walaupun lokasi yang tepat dari kelahirannya tidak diketahui, namun
diyakini bahwa Piri Reis lahir di suatu tempat di wilayah Kekaisaran
Ottoman Turki. Pamannya, Kamal Reis, awalnya adalah seorang bajak laut,
tapi kemudian diangkat sebagai Laksamana di laut Mediterania. Jabatan
militer ini kemudian diambil alih oleh Piri Reis, setelah pamannya
tersebut tewas tenggelam terkena badai samudra pada tahun 1511.
Piri Reis yang memiliki kesungguhan belajar yang tinggi, membuatnya
memahami secara mendalam ilmu Kartografi (ilmu membuat peta) dan
Geografi. Tahun 1513, Piri Reis membuat buku pertamanya yang merupakan
hadiah untuk Suleiman I, raja kerajaan Ottoman saat itu. Buku tersebut
direvisi sekali dalam hidupnya dan sekali setelah kematiannya. Pada
tahun 1555, Saat Piri Reis berusia 90 tahun dan hidup di Mesir, ia
dihukum pancung karena tidak mendukung kebijakan penguasa Utsmaniyah
saat berperang melawan Portugal.
Beberapa Abad kemudian, tepatnya abad ke 19, Menteri Pendidikan Turki
memperkerjakan Gustav Deissmann, seorang Teolog dari Jerman, untuk
mengarsipkan semua barang-barang di Istana Topkapi, Istanbul, Turki.
Saat itulah ditemukan sekelompok gulungan peta yang diyakini dibuat
oleh Piri Reis. Pada tahun 1929, salah satu peta tersebut berhasil
dibawa keluar (dicuri?) oleh Teolog tersebut. Gustav Deissmann
menghubungi ahli sejarah orientalis, yang kemudian membenarkan bahwa
peta tersebut sebagai bagian dari peta dunia yang dibuat oleh Piri
Reis.
misteri planet bumi | peta piri reis
Peta Piri Reis tersebut dibuat menggunakan kulit kijang. Keakuratan peta
yang dibuat Piri Reis sangat mengagumkan (mengingat teknologi saat itu
yang belum memiliki satelit pengawas dan pemeta permukaan bumi).
Sebagian peta tersebut menurut catatan Piri Reis disadur dari peta di
perpustakaan kekaisaran Konstatinopel, termasuk peta kuno yang dibuat
pada 300 SM.
Hal lain yang menakjubkan tentang peta Piri Reis ini adalah catatan
tulisan tangan pada peta yang begitu detail, seperti iklim,
hewan-hewannya, serta suku-suku yang berdiam di suatu wilayah. Piri
menyebutkan pada catatannya, warna dari jenis bulu burung, bagaimana
bulu-bulunya digunakan oleh suku setempat, dan burung-burung yang
dimakan oleh orang-orang di sana. Dalam catatannya pun, Piri Reis
menyebutkan bahwa dunia tidak datar (padahal pada masa itu, masih
memiliki pemahaman bahwa dunia itu datar). Petanya begitu sempurna
dengan detail yang akurat tentang Pantai-pantai Afrika, Asia dan
Mediterania.
Hal yang misterius dari peta Piri Reis ini adalah tentang peta Antartika
di pesisir Amerika Selatan. Penggambaran dan detail peta Antartika ini
begitu sempurna, terlalu sempurna malah. Hal ini telah dibandingkan
dengan peta Antartika saat ini, dan ditemukan keakuratan yang sama
antara peta Antartika Piri Reis dan Peta Antartika Modern yang baru
dibuat pada abad 20.
Hal ini membuat para ilmuwan bertanya-tanya. Begitu detailnya gambaran
peta antartika Piri Reis, seolah-olah pada era Piri Reis hidup dan
membuat peta itu, tidak ada es sama sekali yang menutupi antartika! Piri
Reis menggambarkan dan menuliskan catatan detail begitu akurat tentang
kondisi tanah antartika, jenis tanah, mahluk yang hidup didalamnya.
Padahal saat ini, permukaan antartika diselimuti oleh es yang tebalnya
bisa mencapai 5 kilometer!!!! Ilmuwan bertanya-tanya, dari peta
manakah ia memperoleh pengetahuan ini, atau dari siapakah dia
mendapatkan pengetahuan menakjubkan ini? Mengingat teknologi saat itu
tidak memungkinkan manusia mampu menggali es sedalam 5 km untuk
mengetahui jenis tanahnya.
Misteri peta Piri Reis lainnya adalah ternyata peta tersebut hanyalah
sobekan dari peta yang lebih besar. Jadi, masih ada bagian lain dari
peta tersebut di suatu tempat di muka bumi ini yang mungkin menyimpan
catatan-catatan menakjubkan lain tentang misteri permukaan planet Bumi,
misalnya mungkin lokasi dimana mahluk bernama Dajjal berada??? Lebih
lengkap di:
http://www.poztmo.com/2011/10/misteri-peta-rahasia-piri-reis.html Copyright by poztmo.com Terima kasih sudah menyebarluaskan artikel berkualitas ini
Cerita ini diawali pada
sekitar tahun 1470. Seorang anak laki-laki lahir dan diberi nama Piri
Reis.
Walaupun lokasi yang tepat dari kelahirannya tidak diketahui, namun
diyakini bahwa Piri Reis lahir di suatu tempat di wilayah Kekaisaran
Ottoman Turki. Pamannya, Kamal Reis, awalnya adalah seorang bajak laut,
tapi kemudian diangkat sebagai Laksamana di laut Mediterania. Jabatan
militer ini kemudian diambil alih oleh Piri Reis, setelah pamannya
tersebut tewas tenggelam terkena badai samudra pada tahun 1511.
Piri Reis yang memiliki kesungguhan belajar yang tinggi, membuatnya
memahami secara mendalam ilmu Kartografi (ilmu membuat peta) dan
Geografi. Tahun 1513, Piri Reis membuat buku pertamanya yang merupakan
hadiah untuk Suleiman I, raja kerajaan Ottoman saat itu. Buku tersebut
direvisi sekali dalam hidupnya dan sekali setelah kematiannya. Pada
tahun 1555, Saat Piri Reis berusia 90 tahun dan hidup di Mesir, ia
dihukum pancung karena tidak mendukung kebijakan penguasa Utsmaniyah
saat berperang melawan Portugal.
Beberapa Abad kemudian, tepatnya abad ke 19, Menteri Pendidikan Turki
memperkerjakan Gustav Deissmann, seorang Teolog dari Jerman, untuk
mengarsipkan semua barang-barang di Istana Topkapi, Istanbul, Turki.
Saat itulah ditemukan sekelompok gulungan peta yang diyakini dibuat
oleh Piri Reis. Pada tahun 1929, salah satu peta tersebut berhasil
dibawa keluar (dicuri?) oleh Teolog tersebut. Gustav Deissmann
menghubungi ahli sejarah orientalis, yang kemudian membenarkan bahwa
peta tersebut sebagai bagian dari peta dunia yang dibuat oleh Piri
Reis.
misteri planet bumi | peta piri reis
Peta Piri Reis tersebut dibuat menggunakan kulit kijang. Keakuratan peta
yang dibuat Piri Reis sangat mengagumkan (mengingat teknologi saat itu
yang belum memiliki satelit pengawas dan pemeta permukaan bumi).
Sebagian peta tersebut menurut catatan Piri Reis disadur dari peta di
perpustakaan kekaisaran Konstatinopel, termasuk peta kuno yang dibuat
pada 300 SM.
Hal lain yang menakjubkan tentang peta Piri Reis ini adalah catatan
tulisan tangan pada peta yang begitu detail, seperti iklim,
hewan-hewannya, serta suku-suku yang berdiam di suatu wilayah. Piri
menyebutkan pada catatannya, warna dari jenis bulu burung, bagaimana
bulu-bulunya digunakan oleh suku setempat, dan burung-burung yang
dimakan oleh orang-orang di sana. Dalam catatannya pun, Piri Reis
menyebutkan bahwa dunia tidak datar (padahal pada masa itu, masih
memiliki pemahaman bahwa dunia itu datar). Petanya begitu sempurna
dengan detail yang akurat tentang Pantai-pantai Afrika, Asia dan
Mediterania.
Hal yang misterius dari peta Piri Reis ini adalah tentang peta Antartika
di pesisir Amerika Selatan. Penggambaran dan detail peta Antartika ini
begitu sempurna, terlalu sempurna malah. Hal ini telah dibandingkan
dengan peta Antartika saat ini, dan ditemukan keakuratan yang sama
antara peta Antartika Piri Reis dan Peta Antartika Modern yang baru
dibuat pada abad 20.
Hal ini membuat para ilmuwan bertanya-tanya. Begitu detailnya gambaran
peta antartika Piri Reis, seolah-olah pada era Piri Reis hidup dan
membuat peta itu, tidak ada es sama sekali yang menutupi antartika! Piri
Reis menggambarkan dan menuliskan catatan detail begitu akurat tentang
kondisi tanah antartika, jenis tanah, mahluk yang hidup didalamnya.
Padahal saat ini, permukaan antartika diselimuti oleh es yang tebalnya
bisa mencapai 5 kilometer!!!! Ilmuwan bertanya-tanya, dari peta
manakah ia memperoleh pengetahuan ini, atau dari siapakah dia
mendapatkan pengetahuan menakjubkan ini? Mengingat teknologi saat itu
tidak memungkinkan manusia mampu menggali es sedalam 5 km untuk
mengetahui jenis tanahnya.
Misteri peta Piri Reis lainnya adalah ternyata peta tersebut hanyalah
sobekan dari peta yang lebih besar. Jadi, masih ada bagian lain dari
peta tersebut di suatu tempat di muka bumi ini yang mungkin menyimpan
catatan-catatan menakjubkan lain tentang misteri permukaan planet Bumi,
misalnya mungkin lokasi dimana mahluk bernama Dajjal berada??? Lebih
lengkap di:
http://www.poztmo.com/2011/10/misteri-peta-rahasia-piri-reis.html Copyright by poztmo.com Terima kasih sudah menyebarluaskan artikel berkualitas ini
Cerita ini diawali pada
sekitar tahun 1470. Seorang anak laki-laki lahir dan diberi nama Piri
Reis.
Walaupun lokasi yang tepat dari kelahirannya tidak diketahui, namun
diyakini bahwa Piri Reis lahir di suatu tempat di wilayah Kekaisaran
Ottoman Turki. Pamannya, Kamal Reis, awalnya adalah seorang bajak laut,
tapi kemudian diangkat sebagai Laksamana di laut Mediterania. Jabatan
militer ini kemudian diambil alih oleh Piri Reis, setelah pamannya
tersebut tewas tenggelam terkena badai samudra pada tahun 1511.
Piri Reis yang memiliki kesungguhan belajar yang tinggi, membuatnya
memahami secara mendalam ilmu Kartografi (ilmu membuat peta) dan
Geografi. Tahun 1513, Piri Reis membuat buku pertamanya yang merupakan
hadiah untuk Suleiman I, raja kerajaan Ottoman saat itu. Buku tersebut
direvisi sekali dalam hidupnya dan sekali setelah kematiannya. Pada
tahun 1555, Saat Piri Reis berusia 90 tahun dan hidup di Mesir, ia
dihukum pancung karena tidak mendukung kebijakan penguasa Utsmaniyah
saat berperang melawan Portugal.
Beberapa Abad kemudian, tepatnya abad ke 19, Menteri Pendidikan Turki
memperkerjakan Gustav Deissmann, seorang Teolog dari Jerman, untuk
mengarsipkan semua barang-barang di Istana Topkapi, Istanbul, Turki.
Saat itulah ditemukan sekelompok gulungan peta yang diyakini dibuat
oleh Piri Reis. Pada tahun 1929, salah satu peta tersebut berhasil
dibawa keluar (dicuri?) oleh Teolog tersebut. Gustav Deissmann
menghubungi ahli sejarah orientalis, yang kemudian membenarkan bahwa
peta tersebut sebagai bagian dari peta dunia yang dibuat oleh Piri
Reis.
misteri planet bumi | peta piri reis
Peta Piri Reis tersebut dibuat menggunakan kulit kijang. Keakuratan peta
yang dibuat Piri Reis sangat mengagumkan (mengingat teknologi saat itu
yang belum memiliki satelit pengawas dan pemeta permukaan bumi).
Sebagian peta tersebut menurut catatan Piri Reis disadur dari peta di
perpustakaan kekaisaran Konstatinopel, termasuk peta kuno yang dibuat
pada 300 SM.
Hal lain yang menakjubkan tentang peta Piri Reis ini adalah catatan
tulisan tangan pada peta yang begitu detail, seperti iklim,
hewan-hewannya, serta suku-suku yang berdiam di suatu wilayah. Piri
menyebutkan pada catatannya, warna dari jenis bulu burung, bagaimana
bulu-bulunya digunakan oleh suku setempat, dan burung-burung yang
dimakan oleh orang-orang di sana. Dalam catatannya pun, Piri Reis
menyebutkan bahwa dunia tidak datar (padahal pada masa itu, masih
memiliki pemahaman bahwa dunia itu datar). Petanya begitu sempurna
dengan detail yang akurat tentang Pantai-pantai Afrika, Asia dan
Mediterania.
Hal yang misterius dari peta Piri Reis ini adalah tentang peta Antartika
di pesisir Amerika Selatan. Penggambaran dan detail peta Antartika ini
begitu sempurna, terlalu sempurna malah. Hal ini telah dibandingkan
dengan peta Antartika saat ini, dan ditemukan keakuratan yang sama
antara peta Antartika Piri Reis dan Peta Antartika Modern yang baru
dibuat pada abad 20.
Hal ini membuat para ilmuwan bertanya-tanya. Begitu detailnya gambaran
peta antartika Piri Reis, seolah-olah pada era Piri Reis hidup dan
membuat peta itu, tidak ada es sama sekali yang menutupi antartika! Piri
Reis menggambarkan dan menuliskan catatan detail begitu akurat tentang
kondisi tanah antartika, jenis tanah, mahluk yang hidup didalamnya.
Padahal saat ini, permukaan antartika diselimuti oleh es yang tebalnya
bisa mencapai 5 kilometer!!!! Ilmuwan bertanya-tanya, dari peta
manakah ia memperoleh pengetahuan ini, atau dari siapakah dia
mendapatkan pengetahuan menakjubkan ini? Mengingat teknologi saat itu
tidak memungkinkan manusia mampu menggali es sedalam 5 km untuk
mengetahui jenis tanahnya.
Misteri peta Piri Reis lainnya adalah ternyata peta tersebut hanyalah
sobekan dari peta yang lebih besar. Jadi, masih ada bagian lain dari
peta tersebut di suatu tempat di muka bumi ini yang mungkin menyimpan
catatan-catatan menakjubkan lain tentang misteri permukaan planet Bumi,
misalnya mungkin lokasi dimana mahluk bernama Dajjal berada??? Lebih
lengkap di:
http://www.poztmo.com/2011/10/misteri-peta-rahasia-piri-reis.html Copyright by poztmo.com Terima kasih sudah menyebarluaskan artikel berkualitas ini
ini adalah misteri tentang benua atlatis yang telah lama hilang ini dia infonya
Mitos tentang benua Atlantis memang sangat menarik sekali
terutama bagi para penjelajah dan peneliti (ilmuwan) ataupun para pakar
dari berbagai bidang. Misteri peradaban Atlantis bermula dari seorang
filsafat Yunani kuno bernama
Plato (427 – 347 SM) dalam
buku Critias dan Timaeus. Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala,
yang berarti surga atau menara. Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis
pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya,
kekayaan alam, ilmu/teknologi, dan lain-lainnya.
Atlantis umumnya dianggap sebagai mitos yang dibuat oleh Plato untuk
mengilustrasikan teori politik. Meskipun fungsi cerita Atlantis terlihat
jelas oleh kebanyakan ahli, mereka memperdebatkan apakah dan seberapa
banyak catatan Plato diilhami oleh tradisi yang lebih tua. Beberapa ahli
mengatakan bahwa Plato menggambarkan kejadian yang telah berlalu,
seperti
letusan Thera atau
perang Troya, sementara lainnya menyatakan bahwa ia terinspirasi dari peristiwa kontemporer seperti hancurnya
Helike tahun 373 SM atau gagalnya
invasi Athena ke Sisilia tahun 415-413 SM.
Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau
menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol).
Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat
dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu/teknologi,
dan lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera
Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar dan
dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh. Ocean berasal
dari kata Sanskrit ashayana yang berarti mengelilingi secara
menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di kemudian
hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan Stephen Hawking.
Masyarakat sering membicarakan keberadaan Atlantis selama
Era Klasik, namun umumnya tidak mempercayainya dan kadang-kadang menjadikannya bahan lelucon. Kisah Atlantis kurang diketahui pada
Abad Pertengahan,
namun, pada era modern, cerita mengenai Atlantis ditemukan kembali.
Deskripsi Plato menginspirasikan karya-karya penulis zaman
Renaissance, seperti “
New Atlantis” karya
Francis Bacon. Atlantis juga memengaruhi literatur modern, dari
fiksi ilmiah hingga
buku komik dan
film. Namanya telah menjadi pameo untuk semua peradaban prasejarah yang maju (dan hilang).
Dalam 2 buku karya Plato, Timaeus dan Critias, disebutkan tentang
keberadaan Benua Ajaib ini. Dalam buku-buku tersebut Plato menyebutkan
bahwa Atlantis terhampar “di seberang pilar-pilar Herkules, dan memiliki
angkatan laut yang sangat kuat.”
Timaeus dimulai dengan pembukaan, diikuti dengan catatan
pembuatan dan struktur alam semesta dan peradaban kuno. Dalam bagian
pembukaan, Socrates merenungkan mengenai komunitas yang sempurna, yang
dideskripsikan dalam
Republic karya Plato, dan berpikir apakah ia dan tamunya dapat mengingat sebuah cerita yang mencontohkan peradaban seperti itu.
Dikutip dari buku Timaeus :” Di hadapan Selat Mainstay Haigelisi, ada
sebuah pulau yang sangat besar, dari sana kalian dapat pergi ke pulau
lainnya, di depan pulau-pulau itu adalah seluruhnya daratan yang
dikelilingi laut samudera, itu adalah kerajaan Atlantis. Ketika itu
Atlantis baru akan melancarkan perang besar dengan Athena, namun di luar
dugaan, Atlantis tiba-tiba mengalami gempa bumi dan banjir, tidak
sampai sehari semalam, tenggelam sama sekali di dasar laut, negara besar
yang melampaui peradaban tinggi, lenyap dalam semalam.”
Critias menyebut kisah yang diduga sejarah yang akan memberikan
contoh sempurna, dan diikuti dengan deskripsi Atlantis. Dalam
catatannya, Athena kuno mewakili “komunitas sempurna” dan Atlantis
adalah musuhnya, mewakili ciri sempurna sangat antitesis yang
dideskripsikan dalam
Republic. Critias mengklaim bahwa catatannya mengenai Athena kuno dan Atlantis berhaluan dari kunjungan ke
Mesir oleh penyair Athena,
Solon pada abad ke-6 SM. Di Mesir, Solon bertemu pendeta dari
Sais, yang menerjemahkan sejarah Athena kuno dan Atlantis, dicatat pada papiri di heroglif Mesir, menjadi
bahasa Yunani. Menurut
Plutarch,
Solon bertemu dengan “Psenophis Heliopolis, dan Sonchis Saite, yang
paling dipelajari dari semua pendeta” (Kehidupan Solon). Karena jarak
500 tahun lebih antara Plutarch dan peristiwa yang bersifat sebagai
alasan atau dalih, dan karena informasi ini tidak ada pada Timaeus dan
Critias, identifikasi ini dipertanyakan.
Menurut Critias, dewa Helenik membagi wilayah sehingga tiap dewa dapat memiliki;
Poseidon
mewarisi wilayah pulau Atlantis. Pulau ini lebih besar daripada Libya
kuno dan Asia Kecil yang disatukan, tetapi akan tenggelam karena
gempa bumi
dan menjadi sejumlah lumpur yang tak dapat dilewati, menghalangi
perjalanan menyebrang samudra. Bangsa Mesir mendeskripsikan Atlantis
sebagai pulau yang terletak kira-kira 700 kilometer, kebanyakan terdiri
dari pegunungan di wilayah utara dan sepanjang pantai, dan melinkungi
padang rumput berbentuk bujur di selatan “terbentang dalam satu arah
tiga ribu
stadia (sekitar 600 km), tetapi di tengah sekitar dua ribu stadia (400 km).
Poseidon
Wanita asli Atlantis bernama Cleito (putri dari
Evenor dan
Leucippe)
tinggal disini. Poseidon jatuh cinta padanya, lalu memperistri gadis
muda itu dan melahirkan lima pasang anak laki-laki kembar. Poseidon
membagi pulau menjadi 10 wilayah yang masing-masing diserahkan pada 10
anak. Anak tertua, Atlas, menjadi raja atas pulau itu dan samudra
disekitarnya (disebut
Samudra Atlantik untuk menghormati Atlas). Nama “Atlantis” juga berasal dari namanya, yang berarti “Pulau Atlas”.
Poseidon mengukir gunung tempat kekasihnya tinggal menjadi istana dan
menutupnya dengan tiga parit bundar yang lebarnya meningkat, bervariasi
dari satu sampai tiga stadia dan terpisah oleh cincin tanah yang
besarnya sebanding. Bangsa Atlantis lalu membangun jembatan ke arah
utara dari pegunungan, membuat rute menuju sisa pulau. Mereka menggali
kanal besar ke laut, dan di samping jembatan, dibuat gua menuju cincin
batu sehingga kapal dapat lewat dan masuk ke kota di sekitar pegunungan;
mereka membuat dermaga dari tembok batu parit. Setiap jalan masuk ke
kota dijaga oleh gerbang dan menara, dan tembok mengelilingi setiap
cincin kota. Tembok didirikan dari bebatuan merah, putih dan hitam yang
berasal dari parit, dan dilapisi oleh
kuningan,
timah dan
orichalcum (perunggu atau kuningan).
Menurut Critias, 9.000 tahun sebelum kelahirannya, perang terjadi
antara bangsa yang berada di luar Pilar-pilar Herkules (umumnya diduga
Selat Gibraltar),
dengan bangsa yang tinggal di dalam Pilar. Bangsa Atlantis menaklukan
Libya sampai sejauh Mesir dan benua Eropa sampai sejauh
Tirenia,
dan menjadikan penduduknya budak. Orang Athena memimpin aliansi melawan
kekaisaran Atlantis, dan sewaktu aliansi dihancurkan, Athena melawan
kekaisaran Atlantis sendiri, membebaskan wilayah yang diduduki. Namun,
nantinya, muncul gempa bumi dan banjir besar di Atlantis, dan hanya
dalam satu hari satu malam, pulau Atlantis tenggelam dan menghilang.
Para dewa kemudian menghukum mereka dengan mendatangkan banjir,
letusan gunung berapi, dan gempa bumi yang sedemikian dahsyatnya
sehingga menenggelamkan seluruh benua itu.
Garis besar kisah pada buku tersebut bahwa Ada sebuah daratan raksasa
di atas Samudera Atlantik arah barat Laut Tengah yang sangat jauh, yang
bangga dengan peradabannya yang menakjubkan. Ia menghasilkan emas dan
perak yang tak terhitung banyaknya. Istana dikelilingi oleh tembok emas
dan dipagari oleh dinding perak cemerlang dan megah. Di sana, tingkat
perkembangan peradabannya memukau orang. Memiliki pelabuhan dan kapal
dengan perlengkapan yang sempurna, juga ada benda yang bisa membawa
orang terbang. Kekuasaannya tidak hanya terbatas di Eropa, bahkan jauh
sampai daratan Afrika. Setelah dilanda gempa dahsyat,tenggelamlah ia ke
dasar laut beserta peradabannya, juga hilang dalam ingatan orang-orang.
Benua
Atlantis yang digambarkan oleh Plato adalah suatu dunia tropis, yang
punya banyak hutan, sungai, dan pohon buah-buahan. Teori Plato
menerangkan bahwa kemudian Atlantis hilang akibat letusan gunung berapi
yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia
masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene). Dengan
meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian
besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah
sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di
antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Sumeru di Jawa
Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera. kemudian letusan yang
paling dahsyat adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian
Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.
Jika dibaca dari sepenggal kisah diatas maka Atlantis adalah
merupakan sebuah peradaban yang sangat memukau. Dengan teknologi dan
ilmu pengetahuan pada waktu itu menjadikannya bangsa yang besar dan
sangat makmur. Tetapi apakah itu hanya sebuah cerita untuk pengantar
tidur pada jamannya Plato atau memang Plato mempunyai bukti-bukti yang
kuat dan otentik bahwa atlantis itu benar-benar pernah ada di bumi ini??
Menurut perhitungan versi Plato tenggelamnya Atlantis, kurang lebih
11.150 tahun silam. Plato mengatakan kerajaan Atlantis diceritakan
turun-temurun. Sama sekali bukan rekaannya sendiri. Plato bahkan pergi
ke Mesir minta petunjuk biksu dan rahib terkenal setempat waktu itu.
Guru Plato yaitu Socrates ketika membicarakan tentang kerajaan Atlantis
ia juga menekankan bahwa hal itu adalah nyata, nilainya jauh lebih kuat
dibanding kisah yang direkayasa.
Jika semua yang diutarakan Plato memang benar-benarnyata, maka sejak
12.000 tahun silam, manusia sudah menciptakan peradaban. Namun di
manakah kerajaan Atlantis itu? Sejak ribuan tahun silam orang-orang
menaruh minat yang sangat besar terhadap hal ini. Hingga abad ke-20
sejak tahun 1960-an, laut Bermuda yang terletak di bagian barat Samudera
Atlantik, di kepulauan Bahama, dan laut di sekitar kepulauan Florida
pernah berturut-turut diketemukan keajaiban yang menggemparkan dunia.
Inilah beberapa pendapat peneliti serta hasil penelitian dari para ahli tentang benua atlantis yang hilang.
Dua dialog Plato,
Timaeus dan
Critias, yang ditulis pada tahun 360 SM, berisi referensi pertama Atlantis. Plato tidak pernah menyelesaikan
Critias karena alasan yang tidak diketahui; namun, ahli yang bernama
Benjamin Jowett, dan beberapa ahli lain, berpendapat bahwa Plato awalnya merencanakan untuk membuat catatan ketiga yang berjudul
Hermocrates.
John V. Luce mengasumsikan bahwa Plato — setelah mendeskripsikan asal usul dunia dan manusia dalam
Timaeus, dan juga komunitas sempurna
Athena kuno dan keberhasilannya dalam mempertahankan diri dari serangan Atlantis dalam
Critias — akan membahas strategi
peradaban Helenik selama konflik mereka dengan bangsa barbar sebagai subyek diskusi dalam
Hermocrates.
Empat tokoh yang muncul dalam kedua catatan tersebut adalah politikus
Critias dan
Hermocrates dan juga filsuf
Socrates dan
Timaeus,
meskipun hanya Critias yang berbicara mengenai Atlantis. Walaupun semua
tokoh tersebut merupakan tokoh bersejarah, catatan tersebut mungkin
merupakan karya fiksi Plato. Dalam karya tertulisnya, Plato menggunakan
dialog Socrates untuk mendiskusikan posisi yang saling berlawanan dalam hubungan prakiraan.
Selain dari buku-buku Plato, tidak ada catatan khusus mengenai benua
Atlantis ini, yang membuat sebagian besar orang menganggap kisah
Atlantis adalah kisah Fiksi atau mitos belaka. Namun ada beberapa
catatan yang bisa disebutkan menyangkut tentang Atlantis. Diantaranya
tulisan Proclus, salah satu sejarahwan kuno Yunani tentang kepergian
Crantor (murid dari murid Plato, Xenocrates), berkelana ke Mesir dan
menemukan prasasti berisikan sejarah Atlantis tertulis dalam huruf
heroglif.
Selain Timaeus dan Critias, tidak terdapat catatan kuno mengenai
Atlantis, yang berarti setiap catatan mengenai Atlantis lainnya
berdasarkan dari catatan Plato.
Banyak filsuf kuno menganggap Atlantis sebagai kisah fiksi, termasuk (menurut
Strabo)
Aristoteles. Namun, terdapat filsuf, ahli geografi dan sejarawan yang percaya akan keberadaan Atlantis.
[5] Filsuf
Crantor, murid dari murid Plato,
Xenocrates, mencoba menemukan bukti keberadaan Atlantis. Karyanya, komentar mengenai
Timaeus, hilang, tetapi sejarawan kuno lainnya,
Proclus, melaporkan bahwa Crantor berkelana ke Mesir dan menemukan kolom dengan sejarah Atlantis tertulis dalam huruf heroglif.
Plato tidak pernah menyebut kolom tersebut. Menurut filsuf Yunani,
Solon melihat kisah Atlantis dalam sumber yang berbeda yang dapat
“diambil untuk diberikan”.
Bagian lain dari komentar abad ke-5 Proclus mengenai
Timaeus memberi deskripsi geografi Atlantis. Menurut mereka, terdapat tujuh pulau di laut tersebut pada saat itu, tanah suci untuk
Persephone,
dan juga tiga lainnya dengan besar yang sangat besar, salah satunya
tanah suci untuk Pluto, lainnya untuk Ammon, dan terakhir di antaranya
untuk Poseidon, dengan luas ribuan stadia. Penduduknya—mereka
menambah—memelihara ingatan dari nenek moyang mereka mengenai pulau
besar Atlantis yang pernah ada dan telah berkuasa terhadap semua pulau
di laut Atlantik dan suci untuk Poseidon. Kini, hal tersebut telah
ditulis Marcellus dalam
Aethiopica“.
Marcellus masih belum diidentifikasi.
Sejarawan dan filsuf kuno lainnya yang mempercayai keberadaan Atlantis adalah Strabo dan
Posidonius.
Catatan Plato mengenai Atlantis juga telah menginspirasi beberapa imitasi parodik: hanya beberapa dekade setelah
Timaeus dan
Critias, sejarawan
Theopompus dari
Chios menulis mengenai wilayah yang disebut
Meropis. Deskripsi wilayah ini ada pada Buku 8
Philippica, yang berisi dialog antara Raja
Midas dan
Silenus, teman dari
Dionysus.
Silenus mendeskripsikan Bangsa Meropid, ras manusia yang tumbuh dua
kali dari ukuran tubuh biasa, dan menghuni dua kota di pulau Meropis
(Cos?):
Eusebes (Εὐσεβής, “kota Pious”) dan
Machimos
(Μάχιμος, “kota-Pertempuran”). Ia juga melaporkan bahwa angkatan
bersenjata sebanyak sepuluh juta tentara menyebrangi samudra untuk
menaklukan
Hyperborea,
tetapi meninggalkan proposal ini ketika mereka menyadari bahwa bangsa
Hyperborea adalah bangsa terberuntung di dunia. Heinz-Günther Nesselrath
menyatakan bahwa cerita Silenus merupakan jiplakan dari kisah Atlantis,
untuk alasan membongkar ide Plato untuk mengejek.
[10]
Zoticus, seorang filsuf
Neoplatonis pada abad ke-3, menulis puisi berdasarkan catatan Plato mengenai Atlantis.
Sejarawan abad ke-4,
Ammianus Marcellinus, berdasarkan karya Timagenes (sejarawan abad ke-1 SM) yang hilang, menulis bahwa
Druid dari
Galia
mengatakan bahwa sebagian penduduk Galia bermigrasi dari kepulauan yang
jauh. Catatan Ammianus dianggap oleh sebagian orang sebagai klaim bahwa
ketika Atlantis tenggelam, penduduknya mengungsi ke Eropa Barat; tetapi
Ammianus mengatakan bahwa “Drasidae (Druid) menyebut kembali bahwa
sebagian dari penduduk merupakan penduduk asli, tetapi lainnya juga
bermigrasi dari kepulauan dan wilayah melewati
Rhine” (
Res Gestae 15.9), tanda bahwa imigran datang ke Galia dari utara dan timur, tidak dari Samudra Atlantik.
Risalah
Ibrani mengenai perhitungan
astronomi pada tahun 1378/79, yang merupakan parafrase karya Islam awal yang tidak diketahui,
menyinggung mitologi Atlantis dalam diskusi mengenai penentuan titik nol kalkulasi garis bujur.
Di awal peradaban moderen, kisah Atlantis itu dihidupkan kembali oleh
para penulis aliran humanis di era Renaissance Eropa. Salah satunya
Francis Bacon, yang menerbitkan esei berjudul “New Atlantis” pada 1627.
Novel
Francis Bacon tahun 1627,
The New Atlantis
(Atlantis Baru), mendeskripsikan komunitas utopia yang disebut
Bensalem, terletak di pantai barat Amerika. Karakter dalam novel ini
memberikan sejarah Atlantis yang mirip dengan catatan Plato. Tidak jelas
apakah Bacon menyebut
Amerika Utara atau
Amerika Selatan .
Novel
Isaac Newton tahun 1728,
The Chronology of the Ancient Kingdoms Amended
(Kronologi Kerajaan Kuno Berkembang), mempelajari berbagai hubungan
mitologi dengan Atlantis. Meski tak menyinggung khusus Atlantis, Newton
memaparkan peristiwa bersejarah di sejumlah tempat, yang punya masa
gemilang mirip Atlantis versi Plato. Misalnya, kejayaan Abad Yunani
Kuno, Kekaisaran Mesir, Asuriah, Babilonia, Kuil Salomo, dan Kerajaan
Persia.
Catatan lebih modern datang pada abad ke-19, dimana beberapa sarjana
Amerika, dimulai dari Charles Etienne Brasseur de Bourbourg, Edward
Herbert Thompson dan Augustus Le Plongeon, menyatakan bahwa Atlantis
berhubungan dengan peradaban Maya dan Aztek.
Pada tahun 1882,
Ignatius L. Donnelly mempublikasikan
Atlantis: the Antediluvian World.
Karyanya menarik minat banyak orang terhadap Atlantis. Donnelly
mengambil catatan Plato mengenai Atlantis dengan serius dan menyatakan
bahwa semua
peradaban kuno yang diketahui berasal dari kebudayaan
Neolitik tingginya.
Ignatius L. Donnelly
Peta menunjukan wilayah kekuasaan Kekaisaran Atlantis. Peta dibuat oleh
Ignatius L. Donnelly.
Selama akhir abad ke-19, gagasan mengenai legenda Atlantis digabungkan dengan cerita-cerita “benua hilang” lainnya, seperti
Mu dan
Lemuria.
Helena Blavatsky, “Nenek Pergerakan Era Baru”, menulis dalam
The Secret Doctrine
(Doktrin Rahasia) bahwa bangsa Atlantis adalah pahlawan budaya (kontras
dengan Plato yang mendeskripsikan mereka sebagai masalah militer), dan “
Akar Ras” ke-4, yang diteruskan oleh “
Ras Arya“.
Rudolf Steiner menulis evolusi budaya Mu atau Atlantis.
Edgar Cayce pertama kali menyebut Atlantis tahun 1923dan nantinya menjelaskan bahwa lokasi Atlantis berada di
Karibia
dan menyatakan bahwa Atlantis adalah peradaban kuno yang jaya, memiliki
kapal dan pesawat tempur yang menggunakan energi dalam bentuk kristal
energi misterius, dan telah tenggelam. Ia juga memprediksi bahwa
sebagian dari Atlantis akan naik ke permukaan tahun 1968 atau 1969.
Jalan Bimini, yang ditemukan oleh Dr.J Manson Valentine, merupakan formasi batu tenggelam yang terlihat seperti jalan di sebelah utara
Kepulauan Bimini Utara. Jalan ini ditemukan pada tahun 1968 dan diklaim sebagai bukti peradaban yang hilang dan kini masih diteliti.
Telah diklaim bahwa sebelum era
Eratosthenes tahun 250 SM, penulis Yunani menyatakan bahwa lokasi
Pilar-pilar Herkules berada di
Selat Sisilia,
namun tidak terdapat bukti yang cukup untuk membuktikan hal tersebut.
Menurut Herodotus (circa 430 SM), ekspedisi Finisi telah berlayar
mengitari
Afrika atas perintah
firaun Necho, berlayar ke selatan
Laut Merah dan Samudera Hindia dan bagian utara di Atlantik, memasuki kembali
Laut Tengah
melalui Pilar Hercules. Deskripsinya di Afrika barat laut menjelaskan
bahwa ia melokasikan Pilar Hercules dengan tepat di tempat pilar
Hercules berada saat ini. Kepercayaan bahwa pilar Hercules yang telah
diletakan di Selat Sisilia menurut Eratosthenes, telah dikutip dalam
beberapa teori Atlantis.
P
eta menunjukan wilayah kekuasaan Kekaisaran Atlantis. Peta dibuat oleh Ignatius L. Donnelly.
Seperti yang dimuat dalam web
Bibliotecapleyades; pada awal 1883
Ignatius Donnelly menyatakan bahwa ditengah-tengah samudera Atlantik merupakan sisa-sisa
peradaban kuno Benua Atlantis. Tapi ahli
geologi yang paling modern dan ahli kelautan mempertimbangkan bahwa hal ini sangat jauh dari teori peninggalan
benua Atlantis
yang tenggelam di bawah laut. Pegunungan (daratan) terangkat ke atas
dari dasar laut yang mungkin disebabkan aktivitas gunung berapi. Salah
satu teori menyebutkan bahwa benua Atlantis renggang menghasilkan garis
patahan besar, merupakan pusat gempa dan menghasilkan garis patahan
besar yang juga merupakan pusat gempa dan aktivitas vulkanik. Beberapa
pusat lahar panas di bumi telah keluar (meletus) melalui celah ini dan
membangun daratan.
Sejak Donnelly, terdapat lusinan – bahkan ratusan – usulan lokasi
Atlantis. Beberapa hipotesis merupakan hipotesis arkeologi atau ilmiah,
sementara lainnya berdasarkan fisika atau lainnya. Banyak tempat usulan
yang memiliki kemiripan karakteristik dengan kisah Atlantis (air,
bencana besar, periode waktu yang relevan), tetapi tidak ada yang
berhasil dibuktikan sebagai kisah sejarah Atlantis yang sesungguhnya.
Lokasi yang diusulkan kebanyakan berada di sekitar Laut Tengah. Pulau seperti
Sardinia,
Kreta dan
Santorini,
Sisilia,
Siprus dan
Malta; kota seperti
Troya,
Tartessos, dan Tantalus (di provinsi
Manisa),
Turki; dan
Israel-
Sinai atau
Kanaan.
Letusan Thera besar pada abad ke-17 atau ke-16 SM menyebabkan
tsunami besar yang diduga para ahli menghancurkan
peradaban Minoa
di sekitar pulau Kreta yang semakin meningkatkan kepercayaan bahwa
bencana ini mungkin merupakan bencana yang menghancurkan Atlantis.
Terdapat wilayah di
Laut Hitam yang diusulkan sebagai lokasi Atlantis:
Bosporus dan
Ancomah (tempat legendaris di dekat
Trabzon). Sekitar
Laut Azov diusulkan sebagai lokasi lainnya tahun 2003.
A. G. Galanopoulos menyatakan bahwa skala waktu telah berubah akibat
kesalahan penerjemahan, kemungkinan kesalahan penerjemahan bahasa Mesir
ke Yunani; kesalahan yang sama akan mengurangi besar Kerajaan Atlantis
Plato menjadi sebesar pulau Kreta, yang meninggalkan kota dengan ukuran
kawah Thera. 900 tahun sebelum Solon merupakan abad ke-15 SM.
Beberapa hipotesis menyatakan Atlantis berada pada pulau yang telah tenggelam di
Eropa Utara, termasuk
Swedia (oleh
Olof Rudbeck di
Atland, 1672–1702), atau di
Laut Utara. Beberapa telah mengusulkan
Al-Andalus atau
Irlandia sebagai lokasi.
Kepulauan Canary juga dinyatakan sebagai lokasi yang mungkin, sebelah barat
selat Gibraltar tetapi dekat dengan Laut Tengah. Berbagai kepulauan di Atlantik juga dinyatakan sebagai lokasi yang mungkin, terutama
Kepulauan Azores. Pulau
Spartel yang telah tenggelam di selat Gibraltar juga telah diusulkan.
Antarktika,
Indonesia, dibawah
Segitiga Bermuda,
dan
Laut Karibia telah diusulkan sebagai lokasi Atlantis. Kisah benua “
Kumari Kandam” yang hilang di
India telah menginspirasi beberapa orang untuk menggambarkannya secara paralel dengan Atlantis. Menurut
Ignatius L. Donnelly dalam bukunya,
Atlantis: The Antediluvian World, terdapat hubungan antara Atlantis dan
Aztlan (tempat tinggal nenek moyang suku Aztek). Ia mengklaim bahwa suku Aztek menunjuk ke timur Karibia sebagai bekas lokasi Aztlan.
Beberapa sejarahwan modern yang mempercayai keberadaan Atlantis
menyebutkan bahwa Pulau seperti Sardinia, Kreta dan Santorini, Sisilia,
Siprus dan Malta; kota seperti Troya, Tartessos, dan Tantalus (di
provinsi Manisa), Turki; dan Israel-Sinai atau Kanaan bisa menjadi
indikator keberadaan Atlantis. Letusan besar Gunung Thera pada abad
ke-17 atau ke-16 SM telah menimbulkan tsunami sangat besar yang diduga
para ahli telah menghancurkan peradaban Minoa di sekitar pulau Kreta
yang semakin meningkatkan kepercayaan bahwa bencana ini mungkin juga
merupakan bencana yang menghancurkan Atlantis disaat yang bersamaan.
Konsep Atlantis menarik perhatian teoris
Nazi. Pada tahun 1938,
Heinrich Himmler mengorganisir pencarian di
Tibet untuk menemukan sisa bangsa Atlantis putih. Menurut
Julius Evola (
Revolt Against the Modern World, 1934), bangsa Atlantis adalah
manusia super (
Übermensch)
Hyperborea—Nordik yang berasal dari
Kutub Utara (lihat
Thule).
Alfred Rosenberg (
The Myth of the Twentieth Century,
1930) juga berbicara mengenai kepala ras “Nordik-Atlantis” atau
“Arya-Nordik”. Soalnya, ada cerita Atlantis itu dibangun bangsa Arya,
nenek moyang orang-orang Jerman. Misi itu gagal. Keyakinan Nazi itu
belakangan diragukan sejumlah ilmuwan.
Sample dari dasar laut yang diambil dari samudera Atlantik pada tahun
1957 merupakan tanaman yang hidup dengan air tawar (kedalaman dua mil).
Dan salah satu lembah yang dalam dikenal sebagai Romanche, telah
ditemukan pasir yang tampaknya terbentuk karena pelapukan.
Di tahun 1968, kepulauan Bimini di sekitar Samudera Atlantik di
gugusan Pulau Bahama, laut tenang dan bening bagaikan kaca dan tembus
pandang hingga ke dasar laut. Di dasar laut terlihat oleh beberapa
penyelam ada sebuah jalan besar membentang tersusun dari batu raksasa.
Sebuah jalan besar yang dibangun dengan menggunakan batu persegi panjang
dan poligon, besar kecilnya batu dan ketebalan tidak sama, namun
penyusunannya sangat rapi. Apakah ini merupakan jalan posnya kerajaan
Atlantis?
Setelah sampel “jalan batu” dan dilakukan penelitian laboratorium
serta dianalisa, hasilnya menunjukkan bahwa jalan batu ini umurnya
belum mencapai 10.000 tahun. Jika jalan ini dibuat oleh bangsa kerajaan
Atlantis, setidak-tidaknya tidak kurang dari 10.000 tahun. Mengenai foto
yang ditunjukkan kedua kelasi Norwegia itu, hingga kini pun tidak dapat
membuktikan apa-apa.
Tahun 1969, ekspedisi penelitian
Duke University mengeruk (menggali) 50 situs di sepanjang dataran bawah air yang membentuk jalan dari
Venezuela ke
Kepulauan Virgin, dan terbuat dari batuan granit.
Dr.Bruce Heezen dari Observatorium Lamont Geologi
mengatakan bahwa ahli geologi umumnya percaya bahwa granit (bebatuan
Atlantik) dan kerak bumi di bawah laut terdiri dari batu basal berwarna
gelap. Terjadinya cahaya bebatuan granit berwarna mungkin mendukung
teori lama bahwa
benua Atlantis dulunya pernah ada di wilayah Karibia timur dan batuan ini mungkin merupakan inti dari sebuah benua yang hilang.
Dengan teori
continental drift
secara luas diterima selama tahun 1960-an, kebanyakan teori “Benua
Hilang” Atlantis mulai menyusut popularitasnya. Beberapa teoris terkini
mengusulkan bahwa elemen cerita Plato berasal dari mitologi awal.
Awal tahun ’70-an, sekelompok peneliti telah tiba di sekitar
kepulauan Yasuel, Samudera Atlantik. Mereka telah mengambil inti karang
dengan mengebor pada kedalaman 800 meter di dasar laut, atas ungkapan
ilmiah, tempat itu memang benar-benar sebuah daratan pada 12.000 tahun
silam. Kesimpulan yang ditarik atas dasar teknologi ilmu pengetahuan,
begitu mirip seperti yang dilukiskan Plato! Namun, apakah di sini tempat
tenggelamnya kerajaan Atlantis?
Laporan ini juga menyatakan bahwa pada tahun 1971 dua peneliti dari
University Of Miami
mengambil beberapa fragmen batu kapur diperairan dangkal daerah benua
Atlantis. Mineral dalam batu kapur menunjukkan bahwa batu itu berasal
dari sumber granit terdekat yang tidak mungkin terjadi di dasar laut.
Analisis yang lebih lengkap diperoleh dari sampel mengungkapkan bahwa
batu gamping termasuk jejak fosil di perairan dangkal.
Para peneliti percaya bahwa batu kapur berasal dari era
Mesozoikum
(antara 70 dan 220 juta tahun lalu) dan membentuk topi (cekungan) di
blok benua yang hilang, sisa-sisa Atlantis menyebar ke samudra. Mineral
granit bisa berasal dari perbatasan benua sementara laut terus bergerak.
Gerakan vertikal yang dibuat blok seperti mengangkatnya keatas
permukaan laut di beberapa periode selama sejarah itu. Ada benua yang
hilang di samudera Atlantik, tapi sepertinya bukan peradaban benua
Atlantis. Benua itu menghilang sekian lama sebelum manusia muncul di
bumi. Kebanyakan ilmuwan tetap yakin bahwa tidak ada kemungkinan untuk
menemukan peradaban
benua Atlantis seperti yang digambarkan Plato.
Komentar
L.Sprague De Camp tentang benua yang hilang; hampir
semua daratan (pegunungan) kecuali wilayah Azores kecil yang berada di
bawah 2 atau 3 mil air, tak ada cara mendapatkan sebuah pulau besar
seperti 10.000 tahun yang lalu agar sesuai dengan ucapan Plato tentang
tenggelamnya peradaban benua Atlantis.
Beberapa pengamat Atlantis telah menyatakan bahwa
daratan Atlantis pecah menjadi dua bagian,
dan jarak tenggelam antara keduanya cukup lama. Mungkin Plato adalah
sisa-sisa dari benua Atlantis dan juga ahli kelautan yang sekarang
tampaknya telah terdeteksi di samudera Atlantik. Dan mungkin saja benua
Atlantis tidak tenggelam hingga masa yang sangat jauh. Jika benua
Atlantis memang ada di samudera Atlantik, di atas garis patahan besar
yang membentang antara benua ini, tentu telah dihancurkan oleh gempa
bumi dan letusan gunung berapi.
Tahun 1974, sebuah kapal peninjau laut Uni Soviet telah membuat 8
lembar foto yang membentuk sebuah bangunan kuno mahakarya manusia.
Apakah ini dibangun oleh orang-orang Atlantis?
Foto peninggalan bangunan kuno di dasar laut yang diambil tim
ekspedisi Rusia, juga tidak dapat membuktikan di sana adalah bekas
tempat kerajaan Atlantis.
British Journal New Scientist 5 Juni 1975 pernah
memberitakan bahwa meskipun mereka (peneliti) tidak membuat klaim
fantastis tentang penemuan bagian tengah daratan Atlantik, sebuah
kelompok ahli kelautan telah meyakinkan dan mengkonfirmasi temuan awal
blok cekung dari benua Atlantis yang hilang, terletak di tengah Samudra
Atlantik. Penemuan ini berasal dari alisis sampel yang ada di sepanjang
garis
Vema, zona patahan timur-barat yang terletak di antara
Afrika dan
Amerika Selatan.
Tahun 1979, ilmuwan Amerika dan Perancis dengan peranti instrumen
yang sangat canggih menemukan piramida di dasar laut “segitiga maut”
laut Bermuda. Panjang piramida kurang lebih 300 meter, tinggi kurang
lebih 200 meter, puncak piramida dengan permukaan samudera hanya
berjarak 100 meter, lebih besar dibanding piramida Mesir. Bagian bawah
piramida terdapat dua lubang raksasa, air laut dengan kecepatan yang
menakjubkan mengalir di dasar lubang.
Piramida besar ini, apakah dibangun oleh orang-orang Atlantis?
Pasukan kerajaan Atlan pernah menaklukkan Mesir, apakah orang Atlantis
membawa peradaban piramida ke Mesir? Benua Amerika juga terdapat
piramida, apakah berasal dari Mesir atau berasal dari kerajaan Atlantis?
Tahun 1985, dua kelasi Norwegia menemukan sebuah kota kuno di bawah
areal laut “segitiga maut”. Pada foto yang dibuat oleh mereka berdua,
ada dataran, jalan besar vertikal dan horizontal serta lorong, rumah
beratap kubah, gelanggang aduan (binatang), kuil,bantaran sungai dll.
Mereka berdua mengatakan: “Mutlak percaya, yang kami temukan adalah
Benua Atlantik! Sama persis seperti yang dilukiskan Plato!” Benarkah
itu?
Yang disayangkan, piramida dasar laut segitiga Bermuda, berhasil
diselidiki dari atas permukaan laut dengan menggunakan instrumen
canggih, hingga kini belum ada seorang pun ilmuwan dapat memastikan
apakah sebuah bangunan yang benar-benar dibangun oleh tenaga manusia,
sebab mungkin saja sebuah puncak gunung bawah air yang berbentuk limas.
Konotasi Atlantis tidak harus mengacu kepada Samudera Atlantik.
Tetapi berdasarkan lingkungan kesejarahan dan geografis, para ahli
akhirnya berkonsentrasi mencari Atlantis di sekitar Laut Tengah, antara
Libia dan Turki yang dikenal sebagai Asia pada waktu itu. Sebelum
seorang Profesor yang bernama Santos berargumen bahwa Atlantis adalah
Sundaland (Indonesia), pendapat yang paling banyak diterima adalah bahwa
negeri itu ada di tengah-tengah Samudera Atlantis sendiri, yaitu di
Kepulauan Azores milik Portugal yang berada 1.500 km sebelah barat
pantai Portugal. Namun tidak ada bukti arkeologis yang mengukuhkan
pendapat ini.
Pernah sekitar thn 2003, acara di Metro TV yang judulnya Ultimate
10, pada saat itu membahas 10 Tempat Paling Misterius di Dunia, dan
ternyata Atlantis duduk pada urutan pertama diatas Misteri Segitiga
Bermuda dan Danau Loch. Atlantis memang Tempat Misterius nomor satu
yang membuat orang-orang di dunia penasaran setengah mati. Pada saat
penayangan Atlantis, diputar sebuah film dokumenter mengenai pelacakan
benua yang hilang tersebut oleh para tim arkeolog. Dan benar, dari apa
yang kita saksikan di dasar laut perairan dangkal Karibia ditemukan
semacam jalan setapak yang sangat panjang dengan struktur yang sangat
modern. Selain itu, diperairan tsb juga ditemukan semacam bekas-bekas
bangunan yang telah hanc. benarkah benua Atlantis itu pernah ada
sebelumnya?
Hingga pada akhir th 2005, Prof. Arysio Santos yang menerbitkan buku
yang menggemparkan : “Atlantis the Lost Continents Finally Found”.
Profesor Santos sendiri melakukan penelitian selama 30 tahun tentang peradaban benua Atlantis.
Didalam buku tersebut, secara tegas dinyatakannya bahwa lokasi
Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu itu adalah
di Indonesia. Beliau menunjukkan perbandingan yang menunjukkan Indonesia
adalah lokasi Atlantis yang hilang dibandingkan lokasi-lokasi perkiraan
sebelumnya.
Santos menampilkan 33 perbandingan ciri-ciri dari 12 lokasi di muka
bumi yang diduga para sarjana lain sebagai situs Atlantis, seperti luas
wilayahnya, cuacanya, kekayaan alamnya, gunung berapinya, dan cara
bertaninya, dll. yang akhirnya Santos menyimpulkan bahwa Atlantis itu
adalah Indonesia sekarang. Salah satu buktinya adalah sistem terasisasi
sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh
Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang
membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa,
Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai
pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan
dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Dalam buku ini beliau membandingkan berdasarkan : Sistem irigasi,
Keberadaan mammoth/gajah, Ukuran benua, Iklim Tropis, Keberadaan Kelapa
dan Nanas, Konstruksi Megalitikum, Kekayaan tambang dan lain-lain (
Atlantis Checklist)
Aryso Santos juga menerapkan analisis filologis (ilmu kebahasaan),
antropologis dan arkeologis dalam penelitiannya. Dia banyak mendapatkan
petunjuk dari reflief-relief dari bangunan-bangunan dan artefak
bersejarah dan piramida di Mesir, kuil-kuil suci peninggalan peradaban
Maya dan Aztec di Amerika Selatan, candi-candi dan artefak-artefak
bersejarah peninggalan peradaban Hindu di lembah sungai Hindustan
(Peradaban Mohenjodaro dan Harrapa). Juga dia mengumpulkan
petunjuk-petunjuk dari naskah-naskah kuno, kitab-kita suci berbagai
agama seperti the Bible dan kitab suci Hindu
Rig Veda,
Puranas, dll.
Ilmu yang digunakan Santos dalam menelusur lokasi Atlantis ini adalah
ilmu Geologi, Astronomi, Paleontologi, Archeologi, Linguistik,
Ethnologi, dan Comparative Mythology.
Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik
sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar dan
dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh.
Plato bercerita bahwa Atlantis adalah sebuah negara makmur dengan emas,
batuan mulia, dan ‘mother of all civilazation’ dengan kerajaan berukuran
benua yang menguasai pelayaran, perdagangan, menguasai ilmu metalurgi,
memiliki jaringan irigasi, dengan kehidupan berkesenian, tarian, teater,
musik, dan olahraga. Warga Atlantis yang semula merupakan orang-orang
terhormat dan kaya, kemudian berubah menjadi ambisius. Para dewa
kemudian menghukum mereka dengan mendatangkan banjir, letusan gunung
berapi, dan gempa bumi yang sedemikian dahsyatnya sehingga
menenggelamkan seluruh benua itu. Kisah-kisah sejenis atau mirip kisah
Atlantis ini yang berakhir dengan bencana banjir dan gempa bumi,
ternyata juga ditemui dalam kisah-kisah sakral tradisional di berbagai
bagian dunia, yang diceritakan dalam bahasa setempat.
Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil
it berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung
berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera
sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung
berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan
luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai
benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh
gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan
gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya
Heinrich Events.
Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia,
tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai
bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua
Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh
Santos. Penelitian militer
Amerika
Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan
bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena
ada peribahasa yang berkata,
“Amicus Plato, sed magis amica veritas” Artinya,
“Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran”.
Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos
sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah
Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia.
Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di
antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung,
Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari
gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya
tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian
meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan
gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur
yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak
bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan
remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim
kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas
penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang lampau.
Menurut Santos, ukuran waktu yang diberikan Plato 11.600 tahun SM,
secara tepat bersamaan dengan berakhirnya Zaman Es Pleistocene, yang
juga menimbulkan bencana banjir dan gempa yang sangat hebat. Bencana ini
menyebabkan punahnya 70% dari species mamalia yang hidup saat itu,
termasuk kemungkinan juga dua species manusia : Neandertal dan
Cro-Magnon.
Sebelum zaman es berakhir 30.000 sampai 11.000 tahun lalu, di
Indonesia terdapat daratan besar. Saat itu permukaan laut 150 meter
lebih rendah dari yang ada saat ini. Di lokasi itulah tempat adanya
peradaban. Sementara, sisa bumi dari Asia Utara, Eropa, dan Amerika
Utara masih diselimuti es.
Pulau-pulau yang tersebar di Indonesia dianggap sebagai puncak gunung,
dan dataran tinggi dari suatu benua yang tenggelam akibat naiknya
permukaan air laut, dan amblesnya dataran rendah di akhir Masa Es
Pleistocene. Itu terjadi sekitar 11.600 tahun lampau. “Itu adalah
rentang waktu sama dengan dipaparkan Plato dalam dialog ciptaannya saat
menyinggung Atlantis,” tulis Santos pada bagian pendahuluan di bukunya.
Berbeda dengan keyakinan para peneliti sebelum atau pada generasi
Santos, dia pun optimistis bahwa Indonesia, yang disebut sebagai bekas
peninggalan Atlantis, menjadi cikal bakal lahirnya sejumlah peradaban
kuno.
Para penghuni wilayah yang selamat dari naiknya permukaan air laut dan
letusan gunung berapi akhirnya berpencar mencari tempat-tempat. Mereka
“pindah ke wilayah-wilayah yang kini disebut India, Asia Tenggara,
China, Polynesia, Amerika, dan Timur Dekat,” tulis Santos.
Sebelum terjadinya bencana banjir itu, pulau Sumatera, pulau Jawa,
Kalimantan dan Nusa Tenggara masih menyatu dengan semenanjung Malaysia
dan benua Asia .
Sulawesi, Maluku dan Irian masih menyatu dengan benua Australia dan
terpisah dengan Sumatera dan lain-lain itu. Kedua kelompok pulau ini
dipisahkan oleh sebuah selat yang mengikuti garis ‘Wallace’.
Posisi Indonesia terletak pada 3 lempeng tektonis yang saling
menekan, yang menimbulkan sederetan gunung berapi mulai dari Sumatera,
Jawa, Nusa Tenggara, dan terus ke Utara sampai ke Filipina yang
merupakan bagian dari ‘Ring of Fire’. Hingga terjadinya letusan gunung
berapi secara berurutan, yang menyebabkan melelehnya lapisan es dan
menimbulkan gempa dan tsunami yang menenggelamkan dataran rendah.
Video wawancara Santos di laman YouTube, menampilkan dia tak ragu
bahwa Atlantis benar-benar ada, dan bukan sekedar mitos. Santos
menjelaskan mengapa selama ini para ilmuwan gagal menemukan Atlantis,
dan ragu akan keberadaan kota yang hilang itu. “Karena mereka mencarinya
di tempat yang salah. Mereka mencarinya di Laut Atlantis,” kata dia
dalam wawancara di YouTube, seperti dimuat laman Hubpages.
Anggapan Atlantis berada di Samudera Atlantis, memang logis. Namun,
itu bukan lokasi yang tepat. “Atlantis berada di Lautan Hindia
[Indonesia], di belahan lain bumi,” kata dia. Di belahan bumi timur
itulah, peradaban bermula. Namun, kata dia, Samudera Hindia atau Laut
China Selatan sebagai lokasi Atlantis hanya batasan. “Lebih pastinya di
Indonesia,” lanjut Santos.
Menurut penelitian Aryso Santos, para pendeta (rohaniwan) Mesir kuno
ini, mewarisi informasi tentang Atlantis ini dari para leluhurnya yang
berasal dari Hindustan (India yang merupakan peradaban Atlantis ke-2)
dari peradaban bangsa Atlantis pertama di Sunda Land (Lemuria) atau
Nusantara. Aryso Santos juga menemukan banyak informasi-informasi yang
mengarahkan kesimpulannya dari artefak-artefak dan situs bersejarah di
Mesir.
Aryso Santos juga menemukan bahwa cerita tentang Atlantis terkait
dengan kisah para “dewa’ dalam mitologi Yunani dan perikedupan manusia
pertama, keluarganya dan masyarakat keturunannya,. Cerita ini ada
kemiripan dengan kisah Zeus dalam mitology dan legenda Yunani, juga
dengan kisah dalam kitab suci Hindu
Rig Veda, Puranas, dll.
Benarkah hypothesis itu?? Dengan kecanggihan teknologi saat ini, yang
memungkinkan pencarian di kedalaman laut, kebenaran seluruh hypothesis
yang pernah ada tentang Atlantis mungkin akan segera terungkap..
Citra satelit Kaldera Santorini dari udara.Tempat ini merupakan salah satu dari banyak tempat yang diduga sebagai lokasi Atlantis.
Para peneliti AS menyatakan bahwa Atlantis adalah Indonesia.
Sebagian arkeolog Amerika Serikat (AS) bahkan meyakini benua Atlantis
dulunya adalah sebuah pulau besar bernama Sunda Land, suatu wilayah yang
kini ditempati Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Sekitar 11.600 tahun
silam, benua itu tenggelam diterjang banjir besar seiring berakhirnya
zaman es.
Pernyataannya ini diungkapkan setelah melakukan penelitian panjang
terhadap berbagai aspek yang menunjukkan tanda-tanda keberadaan Benua
Atlantis.
Stephen Oppenheimer, dalam buku “Eden in The East: The Drowned
Continent of Southeast Asia” (1998). Dia menulis suatu benua yang
tenggelam akibat banjir bandang, dan naiknya permukaan air laut sekitar
7.000 hingga 14.000 tahun yang lampau.
Wilayah yang tenggelam itu berada di wilayah yang kini disebut sebagai
Asia Tenggara. Oppenheimer menyebut benua tenggelam itu sebagai
Sundaland. Para penghuni yang selamat saat itu lalu menyebar ke berbagai
tempat hingga ke Eropa, membawa budaya dan pola hidup mereka. Itu
sebabnya Oppenheimer berasumsi asal-usul ras Euroasia di Eropa bisa
ditelusuri di Asia.
Oppenheimer pun yakin bahwa para penghuni Sundaland saat itu punya
peradaban maju dari wilayah-wilayah lain. “Mereka sudah mengembangkan
pola menyambung hidup, dari sekadar berburu binatang menjadi bertani,
berkebun, mencari ikan, bahkan perdagangan melintas laut. Semua itu
sudah dilakukan sebelum 5.000 tahun yang lampau,” demikian penggalan
asumsi dari Oppenheimer.
Sejarah selama ini mencatat induk peradaban manusia modern berasal dari
Mesir, Mediterania dan Mesopotamia. Tetapi, menurut dia, nenek moyang
dari induk peradaban manusia modern berasal dari tanah Melayu yang
sering disebut Sundaland, atau Indonesia.
Ahli genetika dan DNA manusia asal Universitas Oxford ini meneliti
sistem pertanian Indonesia dan sejumlah negara tetangga. Selain itu juga
meneliti garis-garis kepulauan Indonesia dan beberapa negara tetangga.
“Poin saya adalah, tanpa pertanian, domestikasi dan tanaman tumbuh dan
hewan, Anda tidak akan bisa mencukupi kebutuhan hidup banyak orang,”
kata Oppenheimer.
Oppenheimer menjelaskan, ciri-ciri peradaban di Benua Atlantis adalah
sistem pertanian dan peternakan yang baik untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia secara berkelompok.
“Kota ini tergantung pada petani, Indonesia memiliki banyak petani. Anda
perlu banyak petani untuk memberi makan orang-orang di kota untuk
membangun monumen besar, dasar peradaban di ladang, peternakan. Buku
saya benar-benar adalah tentang bukti awal domestikasi atau akar
peradaban, ketimbang monumen,” kata Oppenheimer.
Dalam bukunya, Oppenheimer juga menuliskan bahwa kepulauan di Indonesia
dengan beberapa pulau negara-negara tetangga awalnya dalam kesatuan
pulau, dan membentuk Benua Atlantis.
“Jika Anda membuka atlas, jika Anda melihat laut dangkal, jika Anda
menggabungkan garis peta China Selatan laut, Laut Jawa, Anda membuat
mereka lahan kering yang menghubungkan Kalimantan, Jawa, Bali, Sumatera,
semenanjung Malaysia sekaligus dalam satu benua,” paparnya.
Ditanya apakah Atlantis menurutnya benar terletak di Indonesia,
Oppenheimer membenarkannya. “Saya bukan tidak meyakini bahwa Atlantis di
Indonesia, tapi saya tidak tahu buktinya, jadi saya memilih diam,”
jawab dia.
Apa buktinya? “Peradaban agrikultur Indonesia lebih dulu ada dari
peradaban agrikultur lain di dunia,” kata Oppenheimer dalam diskusi
bedah bukunya di Jakarta, Oktober 2010. Tentu, pendapat ahli genetika
dan struktur DNA manusia dari Universitas Oxford itu, memberi paradigma
berbeda dari yang ada selama ini bahwa peradaban paling awal berasal
dari Barat.
Berbeda dengan Santos, Oppenheimer tak langsung menyimpulkan Sundaland
adalah Atlantis. Dia sendiri mengakui butuh penelitian lebih lanjut, dan
berharap ada kerjasama dengan peneliti di Indonesia, untuk menjelaskan
Sundaland adalah Surga yang Tenggelam itu. Tapi, Oppenheimer meyakini
Sundaland di wilayah Nusantara itu punya peradaban sangat maju di
masanya.
”Para peneliti AS ini menyatakan bahwa Atlantis is Indonesia,”
kata Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Umar Anggara
Jenny, Jumat (17/6), di sela-sela rencana gelaran ‘International
Symposium on The Dispersal of Austronesian and the Ethnogeneses of the
People in Indonesia Archipelago, 28-30 Juni 2005.
Kata Umar, dalam dua dekade terakhir memang diperoleh banyak temuan
penting soal penyebaran dan asal usul manusia. Salah satu temuan
penting ini adalah hipotesa adanya sebuah pulau besar sekali di Laut
Cina Selatan yang tenggelam setelah zaman es.
Hipotesa itu, kata Umar, berdasarkan pada kajian ilmiah seiring
makin mutakhirnya pengetahuan tentang arkeologimolekuler. Tema ini,
lanjutnya, bahkan akan menjadi salah satu hal yang diangkat dalam
simposium internasional di Solo, 28-30 Juni.
Menurut Umar, salah satu pulau penting yang tersisa dari benua
Atlantis — jika memang benar — adalah Pulau Natuna, Riau. Berdasarkan
kajian biomolekuler, penduduk asli Natuna diketahui memiliki gen yang
mirip dengan bangsa Austronesia tertua.
Bangsa Austronesia diyakini memiliki tingkat kebudayaan tinggi,
seperti bayangan tentang bangsa Atlantis yang disebut-sebut dalam mitos
Plato. Ketika zaman es berakhir, yang ditandai tenggelamnya ‘benua
Atlantis’, bangsa Austronesia menyebar ke berbagai penjuru.
Mereka lalu menciptakan keragaman budaya dan bahasa pada masyarakat
lokal yang disinggahinya dalam tempo cepat yakni pada 3.500 sampai
5.000 tahun lampau. Kini rumpun Austronesia menempati separuh muka bumi.
Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), Harry Truman
Simanjuntak, mengakui memang ada pendapat dari sebagian pakar yang
menyatakan bahwa benua Atlantis terletak di Indonesia. Namun hal itu
masih debatable.
Yang jelas, terang Harry, memang benar ada sebuah daratan besar
yang dahulu kala bernama Sunda Land. Luas daratan itu kira-kira dua kali
negara India. ”Benar, daratan itu hilang. Dan kini tinggal Sumatra,
Jawa atau Kalimantan,” terang Harry. Menurut dia, sah-sah saja para
ilmuwan mengatakan bahwa wilayah yang tenggelam itu adalah benua
Atlantis yang hilang, meski itu masih menjadi perdebatan.
Dominasi Austronesia Menurut Umar Anggara Jenny, Austronesia
sebagai rumpun bahasa merupakan sebuah fenomena besar dalam sejarah
manusia. Rumpun ini memiliki sebaran yang paling luas, mencakup lebih
dari 1.200 bahasa yang tersebar dari Madagaskar di barat hingga Pulau
Paskah di Timur. Bahasa tersebut kini dituturkan oleh lebih dari 300
juta orang.
”Pertanyaannya dari mana asal-usul mereka? Mengapa sebarannya
begitu meluas dan cepat yakni dalam 3500-5000 tahun yang lalu. Bagaimana
cara adaptasinya sehingga memiliki keragaman budaya yang tinggi,” tutur
Umar.
Salah satu teori, menurut Harry Truman, mengatakan penutur bahasa
Austronesia berasal dari Sunda Land yang tenggelam di akhir zaman es.
Populasi yang sudah maju, proto-Austronesia, menyebar hingga ke Asia
daratan hingga ke Mesopotamia, mempengaruhi penduduk lokal dan
mengembangkan peradaban. ”Tapi ini masih diperdebatkan.”
Bukan kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958, atas gagasan Prof.
Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui UU no. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan
Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara Indonesia dengan
perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah nusantara. Fakta itu
kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk
penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara
Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah
dalam puluhan ribu pulau seperti halnya sekarang.
Pendapat Santos dan Oppenheimer mengenai jejak Atlantis dan Indonesia
sebagai bekas pusat peradaban itu di satu sisi mengundang pesona. Tapi
tak semua pihak percaya atas klaim itu. Menariknya, justru ilmuwan
Indonesia sendiri mengkritik pandangan dua pengamat asing itu.
Profesor Riset Astronomi dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, meragukan cerita Atlantis itu.
Bagi Djamaluddin, kisah Atlantis itu hanya sekadar cerita, dengan nilai
ilmiah yang minim.
Dengan kata lain, penjelasan Atlantis yang dilontarkan para peneliti
selama ini masuk dalam pseudosains, atau ilmu semu. “Ini bukan ilmiah.
Ini pseudosains. Antara cerita dengan fakta ilmiah itu bercampur di
sana,” kata ilmuwan Indonesia, Thomas Djamaluddin.
Tapi kata Djamaluddin, Atlantis tak lebih dari sekadar cerita karangan
Plato yang melegenda. “Kalau itu dijadikan fakta ilmiah sejarah geologi,
Plato itu hanya berdasarkan pemahaman dia. Plato tak menyebutkan data,”
jelas Djamaluddin.
Peneliti lulusan lulusan Kyoto University, Jepang, itu juga menilai
sejarah geologi tak memperlihatkan Indonesia adalah Atlantis. “Tulisan
sejenis Santos ini sudah beredar lama. Itu hanya dugaan saja,” ujarnya.
Bantahan lain, misalnya datang dari geolog senior dari BP Migas,
Awang Satyana. Dalam satu acara bedah buku Santos, sekitar dua tahun
silam, Awang mengatakan Santos tak mengajukan bukti dan argumentasi
geologi.
Sundaland, kata Awang, adalah paparan benua stabil yang tenggelam 15.000
– 11.000 tahun lalu oleh proses deglasiasi akibat siklus perubahan
iklim. “Bukan oleh erupsi volkanik. Erupsi supervolcano justru akan
menyebabkan musim dingin dalam jangka panjang,” ujar Awang.
Bahkan soal migrasi manusia Sundaland ke sekujur bumi, kata Awang,
berlawanan dengan bukti penelitian migrasi manusia modern secara
biomolekuler.
Pakar geologi dari Universitas Padjajaran, Oki Oktariadi,
mengingatkan dugaan lokasi Atlantis bukan hanya Indonesia. Ada banyak
wilayah seperti Andalusia, Pulau Kreta, Santorini, Tanjung Spartel,
Siprus, Malta, Ponza, Sardinia, Troy, dan lain-lain.
Walau kebenarannya masih diragukan, bagi Oktariadi, penelitian itu
punya nilai positif bagi Indonesia. Setidaknya, negeri ini lebih dikenal
di dunia internasional, khususnya di antara para peneliti di berbagai
bidang. “Pemerintah Indonesia perlu menangkap peluang ini,”
“Hasil penelitian terbaru oleh Kimura’s (2007) menemukan beberapa
monumen batu di bawah perairan Yonaguni, Jepang yang diduga sisa-sisa
dari peradaban Atlantis atau Lemuria,” demikian paparan Oktariadi dalam
makalahnya yang berjudul “Benarkah Sundaland itu Atlantis yang Hilang?”
Beberapa orang yang penulis temukan secara tak sengaja, antara
Maret-Mei tahun 2009 telah mengaku menemukan jejak-jejak situs yang
diduga kemungkinan besar adalah replika situs Atlantis. Menurut
pengakuan mereka, mereka terdorong oleh ilham dan mimpi serta
cerita-cerita tambo, mitos dan legenda yang diwarisi dari leluhur mereka
tentang cerita istana Dhamna yang hilang di tengah pulau Sumatra, di
sekitar perbatasan Propinsi Sumatra Barat, Jambi dan Riau.
Sekitar 6 bulan mereka melakukan riset dan ekspedisi ke lokasi,
dengan partisipasi seorang arkeolog dan panduan beberapa tokoh
masyarakat adat setempat mereka menemukannya di tengah bukit dan hutan
yang sukar dijangkau manusia. Di tempat yang sekarang dikenal sebagai
Lubuk Jambi itu konon telah diketemukan oleh masyarakat setempat
berbagai artefak dan sisa bangunan peninggalan kerajaan Kandis, yang
diduga Atlantis itu di dekat sungai Kuantan Singgigi. Beberapa foto
dirimkan oleh mereka kepada penulis sebagai bukti hasil ekspedisi
mereka. Namun demikian, menurut mereka, tempat tersebut dijaga dan
dipelihara, selain oleh masyarakat adat setempat juga oleh kekuatan
makluk supra natural tertentu yang menjaganya ribuan tahun. Bahkan
menurut mereka, jarum kompas yang mereka bawa ke tempat itu pun tidak
bisa berfungsi lagi, karena pengaruh kutub magnetis bumi pun menjadi
hilang di sana. Salah satu dari tim ekspedisi itu mengaku melihat dan
merasakan kehadiran semacam siluman macan/harimau yang menjaga tempat
itu. Wallahu ‘alam bi shawab.
Namun terlepas dari benar tidaknya pengakuan mereka, ada juga
beberapa pihak yang mengaitkan diketemukannya bukti-bukti situs Atlantis
sebagai peradaban umat manusia pertama dengan sejarah kehidupan Nabi
Adam As dan anak-cucu keturunannya, dengan prediksi kebangkitan kembali
agama-agama dan spiritualisme dunia menjelang akhir zaman. Ini konon
terhubung dengan persiapan kedatangan Imam Mahdi dan mesianisme
kebangkitan kembali Nabi Isa al-Masih, sebelum kiamat tiba.
Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial Andi
Arief mengatakan, di Desa Sadahurip dekat Wanaraja Kabupaten Garut, Jawa
Barat, ditemukan sebuah bangunan purba yang terkubur.
Andi Arief menjelaskan tim katastropik purba telah mendapatkan
gambaran bentuk bangunan tersebut seperti piramida, melalui foto satelit
IFSAR, geolistrik, dan berbagai survei.
Umur bangunan yang terpendam diduga lebih tua dari Piramida Giza,
Mesir. Tim katastropik purba telah meneliti secara intensif dan uji
“karbon dating untuk memperkirakan umur bangunan itu.
“Kita sudah pastikan bangunan itu bentuknya mirip piramida.
Ditengarai ada satu pintu untuk masuk ke bangunan tersebut, kita terus
lakukan penelitian,” kata Andi Arief (2011).
Sekadar catatan, Piramida Giza selama ini dikenal sebagai piramida
tertua dan terbesar dari 3 piramida yang ada di Nekropolis Giza.
Tim Katastropik Purba akan terus berkoordinasi dengan bidang
kepurbakalaan, antropologi, arkeologi, pakar budaya, ahli sejarah dan
lainnya. Disamping itu, juga akan terus berkoordinasi lintas ilmu
kebumian sehubungan dengan temuan-temuan sejarah bencana-bencana lokal
dan global untuk dicari mitigasinya.
Para peneliti di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional akan membahas
penemuan beberapa bukit yang memiliki bentuk mirip dengan piramid di
beberapa daerah di Indonesia.
Hal itu dikemukakan oleh Direktur Jendral Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Aurora Tambunan.
“Bukit itu adalah temuan geologi dengan bentuk yang sangat menarik.
Tindak lanjut penelitian akan dirapatkan oleh Puslit Arkenas,” ujar
Aurora Tambunan.
Namun, demikian, menurut Aurora yang lebih akrab dipanggil Lola, hingga
kini belum ada bukti tinggalan arkeologi di tempat itu. “Maka saya tidak
dapat menyebutnya sebagai cagar budaya,” Lola menjelaskan.
Temuan bukit yang mirip bentuk piramida hingga kini masih mengundang kontroversi di kalangan para peneliti.
Pada Kamis pekan lalu, saat para peneliti dari Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional melakukan pertemuan dengan Yayasan Turangga Seta,
para arkeolog terkesan masih menunggu hasil penelitian resmi terlebih
dahulu.
Sebab, saat itu kelompok Turangga Seta belum bisa mempublikasikan
hasil uji geolistrik yang sempat mereka lakukan. Namun, sempat
diperlihatkan hasil uji geolistrik yang dilakukan Turangga Seta bersama
seorang pakar geologi ternama.
Hasil uji geolistrik itu menangkap keberadaan sebuah struktur batuan
yang tak biasa yang mirip dengan bangunan piramid, di bawah permukaan
bukit di Gunung Lalakon, Desa Jelegong, Kecamatan Kotawaringin,
Kabupaten Bandung.
Di atas struktur bangunan mirip piramid itu, terdapat pola lapisan
batuan tufa dan breksi yang berselang seling, dengan posisi melintang.
“Selama ini saya tidak pernah menemukan struktur subsurface seperti ini.
Ini tidak alamiah,” kata seorang pakar geologi terkenal yang turut
dalam penelitian bersama tim Turangga Seta, pada sebuah rekaman video
yang diabadikan.
Lebih lanjut, pakar geologi itu menunjuk sebuah bentukan di dalam
strutur bangunan itu, yang mirip dengan lorong atau pintu. Ia
memperkirakan struktur seperti itu kemungkinan besar adalah struktur
buatan manusia.elain uji geolistrik di Gunung Lalakon itu, Pendiri
Yayasan Turangga Seta, Agung Bimo Sutedjo, mengatakan bahwa mereka telah
melakukan uji seismik di 18 titik.
Anggota Turangga Seta, Hery Trikoyo mengatakan bahwa hasil uji
geolistrik di Gunung Sadahurip yang terletak di Desa Sukahurip
Pengatikan Kabupaten Garut Jawa Barat, juga menunjukkan hasil yang sama.
Namun pada bukit itu tidak dijumpai adanya rongga seperti pintu, seperti
halnya bukit di Bandung. “Mungkin karena kami hanya mengujinya di salah
satu bagian lereng bukit saja,” katanya.
“Ada ratusan piramida di Indonesia, dan tingginya tak kalah dari
piramida Giza di Mesir yang cuma 140-an meter,” kata Agung. Meski masih
harus diuji secara ilmiah, pandangan Agung senada dengan teori Profesor
Arysio Santos, yang menyebutkan Indonesia adalah peradaban Atlantis yang
hilang.
Keyakinan ini tentu saja membuat banyak orang mengernyitkan dahi.
Turangga Seta sempat mem-post keyakinan mereka ihwal keberadaan piramida
di Indonesia di sebuah forum online. lengkap dengan foto-fotonya.
Hasilnya, mereka menuai cemoohan dan tertawaan. “Nanti, kalau semuanya
terbukti, mereka tak bisa lagi tertawa,” kata Agung berapi-api.
Di sisi lain, ada beberapa pengamat benua Atlantis yang percaya bahwa
kehancuran peradaban benua Atlantis bukan karena peristiwa geologi, tetapi disebabkan bencana buatan manusia seperti
ledakan nuklir. Menurut
Cayce, Atlantis mencapai tingkat teknologi tinggi luar biasa sebelum benua itu tenggelam.
Mereka menciptakan laser, pesawat, televisi, xray, energi atom,
kontrol cybernetic, dan itu semua adalah kekuatan alam yang sangat kuat
dan telah dikembangkan hingga menyebabkan kehancuran benua Atlantis.
Apa pun yang ditulis Plato tentang peradaban
benua Atlantis,
ia tak pernah memulai pencarian di seluruh dunia tentang benua yang
hilang. Plato mendapatkan perhatian besar dan telah menyerang pemikiran
orang lain selama berabad-abad. Apakah benua Atlantis adalah fakta atau
fiksi? Atau kebalikan dari peristiwa nyata, atau malah dongeng? Plato
telah berhasil, membingungkan dan menantang umat manusia tentang
misteri
benua Atlantis selama lebih 2000 tahun.
Bahwa Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris
Atlantis, tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah
diri di dalam pergaula internasional, sebab Atlantis pada masanya ialah
pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan bencana,
sebagaimana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar
dari sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir
untuk dapat mengatasinya.
Satu-satunya kesimpulan tepat yang dapat diperoleh adalah benar ada
sebuah daratan yang karam di dasar laut Atlantik. Jika memang benar di
atas laut Atlantik pernah ada kerajaan Atlantis, dan kerajaan Atlantis
memang benar tenggelam di dasar laut Atlantik, maka di dasar laut
Atlantik pasti dapat ditemukan bekas-bekasnya. Hingga saat ini, kerajaan
Atlantis tetap merupakan sebuah misteri sepanjang masa.
Dihimpun dari berbagai sumber